Depresi Sepasang Kekasih

by 3:43 am 0 comments
Tulisan yang dibuat ketika malam telah larut. Ditemani sang kekasih yang lagi terlelap tidur di bilik sebuah warnet. Sempat terjadi sebuah percecokan antara kami berdua di malam sebelum larut. Yeah, percecokan di awal yang membuat hati kami sama-sama lega di akhir. Yaitu percecokan yang terkadang sengaja dilakukan untuk saling berinstropeksi satu sama lain. :-)
Memang, akhir-akhir ini waktu kami begitu sangat terkuras setelah kepulangannya dari tanah suci untuk beribadah umroh beberapa hari lalu. terkuras dengan berdiskusi untuk menyelesaikan masalah yang sedang menimpa kami jauh sebelum dia berangkat umroh.

Awal Desember 2014
Ketika aku memutuskan untuk pergi dari rumah (baca: kabur) dikarenakan sudah tidak tahan dengan kondisi orang tua di rumah. :-( Maklum, 19 tahun sudah saya hidup dengan belenggu atap rumah yang menyeramkan tanpa cahaya sedikitpun dari luar *alay* :-D Intinya, 19 tahun sudah berlalu dengan hidup sebagai anak rumahan. Dulu, ketika masa sekolah memang "terkesan" nggak ada masalah ketika menjadi anak rumahan walaupun sedikit "terpaksa". Tapi sekarang? Ohh men, walaupun Mojokerto-Surabaya bisa dilihat sambil merem satu mata di peta, tapi kalaupun harus pulang tiap hari bisa kena angin duduk tuh badan *lagi-lagi alay* padahal maksudnya cuman males aja kalau harus bolak balik terus setiap hari, kebayang banget tuh capeknya. Belum lagi tugas kampus yang begitu amat sangat tidak berperikemanusiaan yang menghantui malam-malam dingin seperti ini *maklum juga sih anak teknik*. Nah, gitu itu yang nggak pernah dingertiin sama orang tuaku. Mereka yang over protektif, negative thinking hingga selalu menyalahkan orang termasuk si dia sang pujaan hati. Padahal kalau di flashback nih, dia nggak pernah sekalipun nggak nganterin aku pulang ke rumah dengan alasan khawatir, yang pertama.Kedua, karena dulu awal-awal kita jadi nggak serinh-sering nganterin, si ortu nanyain,"kok, ga pernah nganterin lagi sih tuh anak?" Giliran sekarang sering dianterin, komentar lagi, "Kenapa sering banget nganterin sih? Sampe kamu nggak ada celah sedikitpun untuk ortumu" *serba repot kan kalau begitu, ngerestui atau enggak sih?*. Flashback lagi, dulu ketika temen-temen main ke rumah aja, dengan senang hati mamerin ke tetangga kalau aku tuh orangnya luwes, punya banyak temen tapi nyatanya? Nothing :-( Di kampus, di jurusan tepatnya, dikit banget temen yang mau deket denganku. Yeah, mungkin efek nilai IP-ku yang selalu di bawah 2,5 atau mungkin karena efek digituin sama orang tua. Gini dikit nggak boleh, gitu dikit nggak boleh, maen sana, maen sini juga nggak boleh. Alhasil, hubunganku dengan mereka merenggang. Mungkin, itu yang memutuskanku untuk mengambil keputusan yang bisa dibilang konyol tersebut.
Aku nggak bermaksud mengumbar aib keluarga seperti ini, tapi apa daya aku cuman manusia biasa yang hampir depresi dengan masalah beginian. Gimana enggak coba? Flahback lagi deh, selain sifat jelek mereka yang seperti itu, ada lagi kejelekan yang lain. Salah satunya, pernah awal Nopember, ketika 1 hari sebelum Hari Raya Idul Adha aku lagi sakit gigi, niat awal ngabari ortu sambil minta sedikit bantuan untuk berobat karena ternyata gigiku sudah terlanjur parah, infeksi, gigi sudah copot tapi di dalam gusi masih ada sisa-sisagigi yang tertancap. Satu-satunya cara agar tidak semakin parah, ya dicabut,tapi cabut pun sudah nggak bisa karena giginya nancap ke dalam gusi. Cara yang paling baik menurut dokter gigi yang menangani kasus ini, "ya, dibedah mbak, mulutnya". Nah, dengan masalah kayak gini ini si ortu malah bersikeras nyuruh aku pulang dengan alasan pengobatan di rumah lebih murah. Padahal yang aku butuhkan, segera ditangani, bukan masalah murahnya *toh, sekarang ada BPJS*. Tapi gitu ya tetp ngotot. Alhasil, sampai saya menulis cerita ini pun *14 Januari 2015* masalah gigi belum juga terselesaikan, untung saja sudah tidak sering kambuh.
Masalah lain, yaitu ketika di semester 3 semua mahasiswa angkatan kedua diwajibkan keluar dari asrama.Waktu itu saya lagi nge-kost di perumahan dosen. Mereka bukannya ngasih uang buat bayar kost, malah yang ada keseringan minjem duit beasiswa untuk keperluan di rumah. Yeah, bukan aku ngga mau, tapi kan di sini aku yang sendirian sedangkan mereka di rumah masih ada kepala keluarga, masih pada bekerja, sedangkan aku? Jangankan punya banyak duit terus makan enak, kerja aja nggak dibolehin, pemasukan nothing, tapi pengeluaran cepet banget.
Semester 3 masih bisa diatasi. Tapi menginjak semester 4, ketika aku pindah yang niatnya satu kost sama temen jurusan malah berakhir kandas. Nunggak 3 bulan, dan akhirnya diusir. Yang aku pikirin saat itu sih, gimana caranya bisa dapet tempat buat tidur tapi bayar setidaknya masih bisa belakangan. Akhirnya, pacarku pun mengusulkan untuk nge-kost di tempat budhenya, di daerah belakang Tunjungan Plasa.1 bulan setengah, aku hidup di tengah-tengah lingkungan para SPG mall tersebut. Akhirnya
11 Desember 2014
Skenario dirancang sedemikian rupa dengan adegan si pacar SMS ke ortu dengan dalih supaya si ortu tahu kalau saya menghilang, dan yang terpenting supaya mereka sadar kalau aku nggak pengen lagi dikekang. Eh, bukannya sadar, yang ada ortu salah sasaran, mencari ke sana kemaridi kampus, memarahi temen-temen nggak jelas ketika mereka semua menjawab nggak tahu keberadaan saya. Belum lagi salah sasaran memarahi saya dan pacar di rumah budhenya *nggak tahu, mereka tahu rumahnya dari mana?*. Ngomong ngalor ngidul membanggakan diri nggak jelas, memarahi ponakannya di depan budhenya yang jelas-jelas aku sendiri dalang dari semua ini, bahkan mengajakku pulan paksa ke Mojokerto.
Waktu itu hari Kamis dengan kondisi hari Jum'at nya masih ada kuliah. Sudah deh, semenjak hari Jum'at tersebut, tanggal 12 Desember 2014 sampai sekarang belum pernah pulang lagi ke rumah *padahal musim liburan*
Pertengahan Desember 2014
Sebenarnya aku nggak pulang cuma ingin menyelesaikan masalah ini saja. Ortuku nggak ada etikat baik sama sekali untuk berdamai. Tapi, ketika aku yang punya etikat baik berdamai, malah dilarang untuk datang ke rumahnya lagi padahal di sisi lain aku disuruh segera pindah dari tempat itu. *Gimana mau pindah, orang ke sana aja nggak boleh*. Alhasil, mereka yang diam-diam membawa kabur barangku dari sana dan dengan bangga bilang urusan kost biar aku yang ngurus, padahal jelas-jelas pada tanggal ditemukannya aku, merekadengan lantang bilang, urusan kost, baik kost yang lama *di Keputih* ataupun kost yang ini adalah tanggung jawab mereka, tapi nyatanya? Sampai sekarang pun nothing again.
Akhir Desember 2014
Akhirnya aku dapat tempat baru, ngontrak sama temen-temen rohis walaupun cuman sisa 6 bulan dan bakal harus pindah lagi, tapi nggak papa lah yang penting dapet tempat tidur dulu deh :-D ,dan yang penting bisa dimolorin dikit buat bayarnya *temen sendiri aja, hehe*. Si pacar pun pergi umroh.
Awal-pertengahan Januari 2015
Sepulang dari umroh dan setibanya di Surabaya, disambut dengan budhenya habis jatuh dari tangga, kehidupan anaknya juga nggak ada yang berhasil membuat aku dan pacarku iba. Akhirnya kami memutuskan untuk dagang kue basah keliling setiap paginya. Capek sih, tapi ada keseruan sendiri ketika nyari duit bareng-bareng *so sweet dikit lah*
Beban semakin bertambah, ketika mengetahui kalau aku harus membayar kost selama 2 bulan, itu artinya Rp.300.000 x 2 = Rp.600.000 dengan ketambahan bayar kontrakanku yang baru dan kontrakannya dia. Belum lagi ternyata, kontarakanku lagi ada maslah dengan PDAM, belum membayar air selama 2 bulan.
Kepenatan itu semakin bertambah, ketika sang pacar diusir dari rumah neneknya yang dekat dengan budhenya membuat dia mbambung di pinggir jalan yang akhirnya membuatnya diringkus satpol PP dikira gelandangan, motor ditahan dan dimintai jaminan kalau dia bukan gelandangan dan tebusan untuk motor yang telah disitanya. Akhirnya, aku mencoba menghubungi ortu kembali, meminta pertanggung jawaban kata-katanya tentang masalah uang adalah urusan mereka. Tapi hasilnya lagi-lagi nothing.
Tak sampai di situ, beban pun semakin bertambah ketika dia didatangi orang tak dikenal *entah nyata atau tidak* menceritakan bagaimana gelap dukanya hidupku di masa lalu dengan sang mantan. Tapi beruntung lah aku memilikinya. Memang marah awalnya, tapi berujung ke petuah di akhirnya walaupun sempat terjadi cekcok di antara kita berdua, tapi insya allah tak akan berujung perpisahan konyol di akhirnya.

Udah deh, kayaknya itu dulu ke-depresian yang aku bagi ke kalian,semoga bisa diambil hikmahnya bagi kita semua. Aamiin :-)

Wulan Wijayani

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 comments: