Menurut KBBI: de·wa·sa /déwasa/ 1 sampai
umur; akil balig (bukan kanak-kanak atau remaja lagi), 2 telahmencapai
kematangan kelamin; 3 matang (pikiran, pandangan, dsb): de·wa·sa
/déwasa/ nwaktu, masa (akhir-akhir ini).
Masa dewasa
merupakan salah satu fase dalam rentang kehidupan setelah masa remaja.
Pengertian masa dewasa ini dapat dihampiri dari sisi biologis, psikologis, dan
pedagogis (moral-spiritual).
Dari sisi biologis masa dewasa dapat
diartikan sebagai suatu periode dalam kehidupan individu yang ditandai dengan
pencapaian kematangan tubuh secara optimal dan kesiapan untuk bereproduksi
(berketurunan).
Dari sisi psikologis, masa ini dapat
diartikan sebagai periode dalam kehidupan individu yang ditandai dengan
ciri-ciri kedewasaan atau kematangan, yaitu
1 kestabilan
emosi (emotional stability), mampu mengendalikan perasaan: tidak lekas marah,
sedih, cemas, gugup, frustasi, atau tidak mudah tersinggung;
2 memiliki sense
of reality-kesadaran realitasnya-cukup tinggi: mau menerima kenyataan, tidak
mudah melamun apabila mengalami kesulitan, dan tidak menyalahkan orang lain dan
keadaan apabila menghadapi kegagalan;
3 bersikap
toleran terhadap pendapat orang lain yang berbeda; dan
4 bersikap
optimis dalam menghadapi kehidupan.
Sementara dari sisi pedagogis, masa dewasa ini
ditandai dengan
1 rasa tanggung
jawab (sense of responsibility) terhadap kesejahteraan hidup dirinya sendiri
dan orang lain;
2 berperilaku
sesuai dengan norma atau nilai-nilai agama;
3 memiliki
pekerjaan yang dapat menghidupi diri dan keluarganya; dan
4 berpartisipasi
aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Namun, sering
kali orang menganggap dewasa itu identik dengan usai/umur. Padahal sejatinya
hal tersebut belum tentu benar. Masih banyak orang tua yang terkadang masih lebih
kekanak-kanakan dibanding dengan anaknya.
Saya bercerita
sedikit tentang kehidupan saya, adik saya dengan orang tua kami di rumah. Bukan
bermaksud membuka aib tetapi untuk pelajaran saja bagi kita semua.
Mengingat saya
sering menjadi bahan olokan teman-teman di kampus yang dirasa masih belum
dewasa. Sedikit-sedikit masih dihubungi orang tua, bahkan tidak mengenal apakah
itu saat jam kuliah atau tidak. Terhitung, sehari bisa sampai tiga kali untuk
menelpon saya, dan bisa sampai lima kali untuk mengirimi saya pesan singkat. Bahkan,
terkadang sampai kuliah pun saya masih antar jemput, padahal kampus saya di luar
kota dari tempat tinggal saya. Saya rasa adik saya pun demikian. Apalagi dia
laki-laki, masak sudah mau SMA pun
masih tetap saja diantar jemput. Jujur saja, saya tidak bisa membayangkan,
bagaimana rasa malunya ketika dia dicap sebagai anak mama oleh teman-temannya.
Bukan kami tidak
bangga memiliki orang tua seperti mereka. Tapi, ‘tolong dong diberi kebebasan
sedikit kepada anak-anaknya, jangan dikekang terus. Kasihan. Kapan dewasanya
kalau begitu? Cukuplah orang tuanya saja yang nggak dewasa, anaknya jangan.’ Itu yang sering diucapkan
teman-teman kepada saya.
Teman-teman
pikir, cara orang tua saya mendidik anak-anaknya sungguhlah tidak dewasa dan
bijaksana. Gimana tidak berpikir
begitu coba. Anaknya yang telah menginjak remaja, peralihan dari anak-anak
menuju dewasa, itu terhambat dikarenakan efek pengekangan dari si orang tua
sendiri. Lah kalau sudah begitu,
siapa yang bertanggung jawab kalau anaknya menjadi manja, tidak dewasa, tidak
bisa hidup mandiri, dan lain sebagainya.
Padahal di dalam
kitab pun menjelaskan, “anak yang sudah akil baligh atau remaja (apalagi sudah
dewasa) wajib hukumnya untuk melepaskan anaknya untuk yang laki-laki mengingat
orang tua sudah tidak lagimenanggung dosa yang diperbuat anaknya. Sedangkan,
untuk yang perempuan masih menjadi tanggung jawab orang tua selagi ia belum bersuami.”
Tetapi tidak ada salahnya, sedikit memberi kebebasan pada anaknya guna untuk
kondisi psikologisnya memenuhi kebutuhannya sebagai makhluk sosial.
Itulah, secuplik
konflik yang saya dan adik saya alami yang saya rasa sesuai dengan tema “Tua
Belum Tentu Dewasa”. Karena bisa ditarik kesimpulan bahwa pemikiran teman-teman
yang umurnya masih sekitar 18-20 tahun bisa lebih kritis dan dewasa
dibandingkan dengan pemikiran orang tua saya yang umurnya sekitar 40 tahun-an.
0 comments:
Post a Comment