DEWASA BELUM TENTU SUDAH TUA

by 1:30 pm 0 comments

Menurut KBBI: de·wa·sa /déwasa/ 1 sampai umur; akil balig (bukan kanak-kanak atau remaja lagi), 2 telahmencapai kematangan kelamin; 3 matang (pikiran, pandangan, dsb): de·wa·sa /déwasa/ nwaktu, masa (akhir-akhir ini).
Masa dewasa merupakan salah satu fase dalam rentang kehidupan setelah masa remaja. Pengertian masa dewasa ini dapat dihampiri dari sisi biologis, psikologis, dan pedagogis (moral-spiritual).
Dari sisi biologis masa dewasa dapat diartikan sebagai suatu periode dalam kehidupan individu yang ditandai dengan pencapaian kematangan tubuh secara optimal dan kesiapan untuk bereproduksi (berketurunan).
Dari sisi psikologis, masa ini dapat diartikan sebagai periode dalam kehidupan individu yang ditandai dengan ciri-ciri kedewasaan atau kematangan, yaitu
1 kestabilan emosi (emotional stability), mampu mengendalikan perasaan: tidak lekas marah, sedih, cemas, gugup, frustasi, atau tidak mudah tersinggung;
2 memiliki sense of reality-kesadaran realitasnya-cukup tinggi: mau menerima kenyataan, tidak mudah melamun apabila mengalami kesulitan, dan tidak menyalahkan orang lain dan keadaan apabila menghadapi kegagalan;
3 bersikap toleran terhadap pendapat orang lain yang berbeda; dan
4 bersikap optimis dalam menghadapi kehidupan.
Sementara dari sisi pedagogis, masa dewasa ini ditandai dengan
1 rasa tanggung jawab (sense of responsibility) terhadap kesejahteraan hidup dirinya sendiri dan orang lain;
2 berperilaku sesuai dengan norma atau nilai-nilai agama;
3 memiliki pekerjaan yang dapat menghidupi diri dan keluarganya; dan
4 berpartisipasi aktif dalam kehidupan bermasyarakat.

Namun, sering kali orang menganggap dewasa itu identik dengan usai/umur. Padahal sejatinya hal tersebut belum tentu benar. Masih banyak orang tua yang terkadang masih lebih kekanak-kanakan dibanding dengan anaknya.
Saya bercerita sedikit tentang kehidupan saya, adik saya dengan orang tua kami di rumah. Bukan bermaksud membuka aib tetapi untuk pelajaran saja bagi kita semua.
Mengingat saya sering menjadi bahan olokan teman-teman di kampus yang dirasa masih belum dewasa. Sedikit-sedikit masih dihubungi orang tua, bahkan tidak mengenal apakah itu saat jam kuliah atau tidak. Terhitung, sehari bisa sampai tiga kali untuk menelpon saya, dan bisa sampai lima kali untuk mengirimi saya pesan singkat. Bahkan, terkadang sampai kuliah pun saya masih antar jemput, padahal kampus saya di luar kota dari tempat tinggal saya. Saya rasa adik saya pun demikian. Apalagi dia laki-laki, masak sudah mau SMA pun masih tetap saja diantar jemput. Jujur saja, saya tidak bisa membayangkan, bagaimana rasa malunya ketika dia dicap sebagai anak mama oleh teman-temannya.
Bukan kami tidak bangga memiliki orang tua seperti mereka. Tapi, ‘tolong dong diberi kebebasan sedikit kepada anak-anaknya, jangan dikekang terus. Kasihan. Kapan dewasanya kalau begitu? Cukuplah orang tuanya saja yang nggak dewasa, anaknya jangan.’ Itu yang sering diucapkan teman-teman kepada saya.
Teman-teman pikir, cara orang tua saya mendidik anak-anaknya sungguhlah tidak dewasa dan bijaksana. Gimana tidak berpikir begitu coba. Anaknya yang telah menginjak remaja, peralihan dari anak-anak menuju dewasa, itu terhambat dikarenakan efek pengekangan dari si orang tua sendiri. Lah kalau sudah begitu, siapa yang bertanggung jawab kalau anaknya menjadi manja, tidak dewasa, tidak bisa hidup mandiri, dan lain sebagainya.
Padahal di dalam kitab pun menjelaskan, “anak yang sudah akil baligh atau remaja (apalagi sudah dewasa) wajib hukumnya untuk melepaskan anaknya untuk yang laki-laki mengingat orang tua sudah tidak lagimenanggung dosa yang diperbuat anaknya. Sedangkan, untuk yang perempuan masih menjadi tanggung jawab orang tua selagi ia belum bersuami.” Tetapi tidak ada salahnya, sedikit memberi kebebasan pada anaknya guna untuk kondisi psikologisnya memenuhi kebutuhannya sebagai makhluk sosial.
Itulah, secuplik konflik yang saya dan adik saya alami yang saya rasa sesuai dengan tema “Tua Belum Tentu Dewasa”. Karena bisa ditarik kesimpulan bahwa pemikiran teman-teman yang umurnya masih sekitar 18-20 tahun bisa lebih kritis dan dewasa dibandingkan dengan pemikiran orang tua saya yang umurnya sekitar 40 tahun-an.

Wulan Wijayani

Developer

Cras justo odio, dapibus ac facilisis in, egestas eget quam. Curabitur blandit tempus porttitor. Vivamus sagittis lacus vel augue laoreet rutrum faucibus dolor auctor.

0 comments: